Begawan Ekonomi Prof. Sumitro Djojohadikusumo
Prabowo kecil mulai diajak pindah keluarganya ke Singapura pada sekitar tahun 1950. Waktu itu, Des Alwi, sosok yang kemudian menjadi diplomat senior Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, menemui Dora di Palembang. Ia mengajak Dora serta anak-anaknya, termasuk Prabowo, untuk pindah ke Singapura karena alasan keamanan.
Des Alwi dan Soemitro adalah sahabat lama sejak mereka masih sama-sama aktif menjadi pentolan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Des membantu keluarga Soemitro pindah ke luar negeri karena merasa bahwa keluarga Soemitro harus dilindungi. Selain itu, ia juga merasa senasib dengan keluarga Soemitro karena sama-sama diburu aparat keamanan ketika terlibat dalam pemberontakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta).
Sementara, Soemitro pada saat itu masih bergabung dengan Permesta dan ia bersama para petinggi Permesta sedang mempersiapkan deklarasi Permesta yang pada akhirnya digelar pada tahun 1957. Sebenarnya, selain keluarga Prabowo, ada sekitar sepuluh keluarga yang diajak Des Alwi untuk pindah ke Singapura, di antaranya adalah keluarga Tan Goan Po alias Paul Mawira. Paul Mawira ini adalah sahabat Soemitro yang juga seorang ekonom dan pernah aktif di PSI. Setibanya di Singapura, keluarga-keluarga pelarian Permesta ini tinggal berdekatan di kawasan Bukit Timah. Keluarga Soemitro tinggal di Delkeith Road, sementara keluarga Kartodirdjo tinggal di Margoliouth Road.
Pada sekitar tahun 1959, karena sebuah alasan yang tidak disebutkan dalam berita, keluarga-keluarga pelarian Permesta ini pindah lagi. Sebagian ada yang pindah ke Penang, Malaysia, sementara sebagian yang lain ada yang pindah ke Hongkong. Keluarga yang pindah ke Penang adalah keluarga Kartodirdjo. Adapun keluarga yang pindah ke Hongkong antara lain keluarga Soemitro dan keluarga Des Alwi. Di sana, mereka sudah disediakan tempat tinggal oleh kolonel Jacob Frederick Warouw yang tak lain adalah Atase Mliter Kedutaan Besar Indonesia di Beijing, Cina, yang juga menjabat sebagai wakil perdana menteri Permesta.
Kolonel Jacob mneyediakan flat-flat kecil yang terdiri dari 3-5 kamar per flatnya untuk ditempati keluarga Soemitro dan keluarga Alwi. Khusus untuk keluarga Soemitro, Kolonel Jacob menyediakan flat berkamar tiga yang cukup besar untuk ditempati Soemitro bersama istrinya, anak perempuannya, dan juga Prabowo.
Selama tinggal di Hongkong, Prabowo suka bermain bersama teman-temannya sepulang dari sekolah. Kadang, mereka bermain dikawasan perbukitan yang masih berhutan lebat yang letaknya tidak jauh dari flat. Kadang juga mereka hiking kehutan tersebut, berkemah, dan meluncur lewat sungai yang ada diatas bukit. Prabowo juga masih sering bermain perang-perangan bersama teman-temannya. Rupa-rupanya, kesukaannya bermain perang-perangan tidak bisa ia tinggalkan meskipun ia sekarang tinggal di Hongkong. Bahkan, ketika Prabowo mengetahui bahwa salah satu teman bermainnya ada yang anak tentara, Prabowo meminta izin untuk dipinjami bedil milik ayahnya. Menurut teman-temannya semasa di Hongkong, Prabowo adalah anak yang berani da cenderung cepat marah. Namun, kemarahannya itu juga cepat hilang.
Satu tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1960, Prabowo diajak pindah lagi ke Malaysia. Di sana, ia tinggal bersama keluarganya di daerah Petaling Jaya, Kuala Lumpur. Selama tinggal di Malaysia, ayah Prabowo dempat membuka pabrik perakitan alat elektronik merek Preiere dari Perancis. Kala itu, usia Prabowo menginjak sembilan tahun. Ia pun disekolahkan di Victoria Intitution, sebuah sekolah paling bergengsi di Malaysia.
Tiga tahun kemudian, Prabowo lagi-lagi diajak pindah bersama orang tuanya. Kali ini, negara yang dituju adalah Swiss. Di sana, Prabowo di sekolahkan di International School yang terletak di Zurich. Namun, hanya satu tahun Prabowo bersekolah di sana sebelum akhirnya melanjutkan sekolah menengah atasnhya di American School yang ada di London, Inggris.
Comments
Post a Comment